Fam-HT (Famheatlh Technology): Program Peningkatan Pengetahuan Keluarga Sehat Teknologi Berbasis 3F (Fulfillment of Family Function) Sebagai Upaya Preventif Perundungan Anak
Penulis : Dhea Sena Kurnia Putri
Perilaku perundungan adalah penggertakan yang sering memicu
terjadinya perbuatan buruk yang mengandung tindakan kejahatan. Perundungan juga
merupakan tindakan yang melibatkan kekerasan fisik, verbal, dan psikologis yang
dapat dirasakan oleh korban dalam jangka waktu lama, yang dilakukan oleh
seseorang atau banyak orang kepada seseorang yang tidak bisa bertahan diri dari
keadaan (Koesoemo, dkk, 2022).
Berdasarkan data Global
school-based Student Health Survey (GSHS) mengungkapkan bahwa 16,1% anak
dari 144 negara pernah menjadi korban perundungan secara fisik (UNESCO, 2018).
Sebuah penelitian yang menyatakan jumlah kasus perundungan di Amerika Serikat
pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 20,8% siswa pernah menjadi korban perundungan
(U.S. Department of Education, 2016).
Tak hanya di Amerika Serikat, 70% dari 1.800 siswa di Hong Kong pernah menjadi
korban perundungan di sekolahnya (Syed, 2018). Lebih parahnya lagi, sebanyak
79% siswa di Vietnam dan Nepal pernah menjadi korban perundungan. Data-data tersebut menunjukkan kasus
perundungan terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Sebuah studi yang dilakukan Sindo Weekly (2017) menyatakan
bahwa 84% anak Indonesia pernah menjadi korban perundungan. Data ini sangat
mengejutkan karena menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat
perundungan tertinggi di antara negara-negara Asia lainnya (Gumilang &
Ihsana, 2019). Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan bangsa Indonesia.
Hak anak atas kelangsungan hidup diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun pada kenyataannya, kasus perundungan anak terjadi dimana-mana yang menunjukkan bahwa hak anak tidak terpenuhi. Bahkan pelaku perundungan ini dilakukan oleh anak usia dini kepada temannya sendiri, meskipun pelakunya beragam, dari kalangan usia remaja, bahkan orang dewasa kasus perundungan ini harus diatasi sejak dini (Kuoesoemo, dkk, 2022).
Penggunaan teknologi informasi saat ini memang bagaikan
bunga mawar indah namun berduri. Di satu sisi banyak kelebihan dan keuntungan
yang dapat dirasakan, misalnya teknologi informasi dapat mempermudah manusia
dalam memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kualitas hidupnya. Tetapi di sisi
lain tidak sedikit kerugian dalam bentuk hal-hal negatif yang menyertai
penggunaan teknologi informasi ini. Apabila tidak digunakan dengan sehat, hal
tersebut akan membawa pengaruh negatif bagi kualitas generasi bangsa. Hal ini
dibuktikan dengan turunnya sifat sosial pada anak, anak dapat mengetahui
berbagai tindakan kejahatan, pola interaksi mereka berubah, bahkan perundungan
(Firdaus dan Fadhir, 2019). Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi digital
secara sehat merupakan upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah perundungan
pada anak.
Upaya pencegahan perundungan ini tidak bisa dilakukan oleh
salah satu pihak saja, keluarga perlu dilibatkan dalam upaya tersebut karena
keluarga merupakan forum pendidikan pertama dan utama dalam sejarah hidup anak
yang menjadi dasar penting dalam pembentukan karakternya (Hyoscyamina, 2011).
Namun sayangnya, banyak keluarga yang menjadikan teknologi digital sebagai
permainan utama bagi anak tanpa sadar bahwa hal tersebut memiliki pengaruh
besar bagi karakter anak. Bahkan ketika berkumpul, setiap anggota keluarga
memainkan handphone sehingga
komunikasi di keluarga tidak terbentuk. Tanpa disadari, hal inilah yang memicu
anak untuk melakukan perundungan karena fungsi keluarga tidak terpenuhi.
Fungsi keluarga yang sangat berkaitan dengan perundungan ini
adalah fungsi afektif dan sosialisasi. Fungsi afektif berupa pemberian kasih
sayang dalam keluarga, perlindungan, dan dukungan psikososial. Sedangkan fungsi
sosialisasi keluarga berupa pembinaan sosialisasi pada anak, pembentukan nilai
dan norma yang di yakini anak, sebagai tempat awal untuk belajar disiplin,
mengenal budaya sehingga mampu berperan
dalam masyarakat (Arinda, 2014). Ketika
keluarga tidak mampu menggunakan teknologi secara sehat, fungsi keluarga tidak
akan terpenuhi sehingga kasus perundungan yang dilakukan anak mungkin
terjadi.
Oleh karena itu, untuk mencegah perundungan anak dibutuhkan peran keluarga. Peningkatan pengetahuan keluarga mengenai dampak perundungan dan teknologi digital terhadap perkembangan karakter anak merupakan langkah awal yang bisa dilakukan agar keluarga mengetahui pentingnya pemenuhan fungsifungsi keluarga yang dapat menunjang kesejahteraan anak. Dengan menggunakan teknologi digital secara sehat, akan tercipta suasana keluarga yang harmonis sehingga fungsi afektif dan sosialisasi keluarga dapat terpenuhi dan kasus perundungan bisa dicegah.
Fam-HT (Famhealth
Technology) merupakan sebuah program peningkatan pengetahuan keluarga
berbasis 3F (Fulfillment of Family
Function) yang berfokus pada
fungsi afektif dan sosialisasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
digital secara sehat dalam artian tidak berlebihan sehinggga mampu mengambil
manfaat sebesar-besarnya dengan kerugian sekecilkecilnya dalam upaya pencegahan
perundungan pada anak usia dini.
Tujuan program Fam-HT ini adalah untuk mencegah anak
melakukan perundungan dengan memberikan pelayanan kepada keluarga sebagai unit
terkecil dalam masyarakat agar mampu melaksanakan fungsi keluarga dalam
memberikan kasih sayang, perlindungan, dan perhatian kepada anaknya. Tak hanya
itu, tujuan program ini yaitu agar orang tua sadar bahwa fungsinya sebagai
tempat penanaman norma budaya masyarakat dan pendidikan yang mengajarkan anak
untuk menyayangi serta menghormati sesama manusia dengan pemanfaatan teknologi
digital secara sehat sehingga keluarga mempunyai waktu bersama untuk bermain
maupun berdiskusi dengan anggota keluarganya (family time).
Program Fam-HT memiliki prinsip 3M, yaitu keluarga mengetahui, mau, dan mampu dalam mencegah perundungan dengan cara mendidik anak untuk tidak menjadikan media sosial atau teknologi digital sebagai permainan utama di dalam kehidupannya. Program ini diawali dengan pemberian pendidikan kepada orang tua mengenai dampak perundungan, penyebab, dan pentingnya keluarga dalam mencegah anak untuk melakukan perundungan dengan manajemen penggunaan teknologi digital yang sehat. Tahap kedua yaitu pembinaan keluarga dalam mendidik dan mengasuh anak untuk sehat teknologi dengan meningkatkan aktivitas dalam keluarga. Tahap ketiga yaitu pemberdayaan keluarga dalam mencegah perundungan dalam pemenuhan fungsi keluarga dan diakhiri dengan evaluasi atau penilaian program Fam-HT. Dalam pelaksanaan program Fam-HT ini dilibatkan berbagai pihak, seperti Komisi Perlindungan Anak (KPAI) hingga lembaga terkecil di masyarakat (RT/RW).
Perundungan merupakan perilaku yang didasari dengan adanya
keinginan menakuti, melukai, atau membuat orang tidak bisa bertahan, baik itu
kekerasan fisik, verbal, dan psikologis. Tingginya kasus perundungan di
Indonesia menjadi hal penting yang harus diperhatikan karena perundungan dapat
membuat anak merasa ketakutan, isolasi sosial, menarik diri, tidak nyaman,
menjadi nekad, bahkan bisa membunuh atau bunuh diri (Iksanudin, dkk, 2019).
Oleh karena itu, pencegahan perundungan harus dilaksanakan sejak dini untuk
menjamin kualitas hidup anak sebagai generasi bangsa yang dijamin oleh
undang-undang.
Dengan program Fam-HT ini, akan tercipta keluarga yang berdaya yang mampu memanfaatkan teknologi secara sehat sehingga fungsi keluarga dapat terpenuhi, anak akan merasa nyaman, dan mampu menyayangi serta menghormati lingkungannya. Perundungan dapat dicegah ketika fungsi keluarga dapat terpenuhi, pemenuhan fungsi keluarga berasal dari penggunaan teknologi yang sehat, penggunaan teknologi yang sehat berasal dari keluarga yang tau, mau, dan mampu mendidik anak untuk tidak menjadikan media sosial atau teknologi digital sebagai permainan utama di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, program FamHT akan mampu mencegah anak untuk melakukan perundungan sehingga angka perundungan di Indonesia dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Arinda, R. I. (2014). Hubungan tingkat pelaksanaan fungsi sosialisasi keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak usia 4-5 tahun di KBIT Nurul Islam Sleman Yogyakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES’AISYIYA H. Yogyakarta
Borualogo,
Ihsana Sabriani, & Gumilang, Erlang. (2019). Kasus perundungan anak di jawa
barat: temuan awal children’s worlds survey di indonesia. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 6(1), 15–30.
Firdaus, M.,
& Fadhir, Mukhammad. (2019). Pentingnya
pendidikan karakter di era digital untuk masa depan. Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Hyoscyamina,
Darosy Endah. (2011). Peran keluarga dalam membangun karakter anak. Jurnal Psikologi Undip, 10 (2), 144.
Pattiruhu,
I. C., Rompas, S., & Simak. (2019). Fungsi afektif keluarga dan fungsi
sosialisasi keluarga dengan perilaku seksual remaja. Jurnal Keperawatan, 7(2), 2-3.
Saerang, W. S., Kumendong, W. J., & Koesoemo, Adi. (2022). Tindakan perundungan anak di bawah umur
dalam perspektif perlindungan anak di indonesia. 10(2), 1-2.
Sindo
Weekly. (2017). Indonesia tempati posisi
tertinggi perundungan di ASEAN. Diakses dari
https://nasional.sindonews.com/read/12 23442/15/indonesiatempati-posisitertinggi-perundungan-di-asean1500880739.
Syed, N. (2018). How can school curb - bullying. Diakses dari https://www.theeducatoronline.com/asia/news/how-can-schoolscurbbullying/246896.
U. S. Department of Education. (2016). Student Reports of Bullying: Results from the 2015 school crime supplement to the National Crime Victimization Survey. Diakses dari https://nces.ed.gov/pubs2017/2017015. pdf.
Comments
Post a Comment