Skip to main content

Pengembangan Produk Ecofam-Monopoly sebagai Media Permainan Peduli Lingkungan Hidup untuk Anak-Anak



Permasalahan lingkungan saat ini menjadi perhatian bangsa untuk segera terselesaikan oleh seluruh pihak, baik pemerintah, akademisi hingga keluarga. Salah satu permasalahan lingkungan saat ini yang menjadi genting ialah permasalahan sampah. Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan menyebutkan bahwa total sampah di indonesia mencapai 187,2 juta ton per tahun.  Dan menurut data National Geographic (2015) bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-2 Penghasil Sampah setelah negara China. Salah satu faktor penyebab permasalahan tersebut ialah lemahnya karakter peduli lingkungan pada individu. Karakater peduli lingkungan dapat ditanamkan sejak usia dini di lingkungan keluarga. Berdasarkan 8 fungsi keluarga menurut bkkbn menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi menjaga dan melestarikan lingkungan melalui sosialisasi dan penanaman karakter peduli lingkungan pada anak-anak. Sikap peduli lingkungan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari bukan hanya membuang sampah sembarangan melainkan lupa mematikan keran air, boros listrik, lupa mematikan lampu kamar hingga penggunaan transportasi yang tidak ramah lingkungan menjadi indikator sikap tidak peduli lingkungan. Oleh karena itu, Kelompok Penelitian Bidang Sosio-Humaniora yang dipimpin oleh Ramadhan Hadi Saputra (PVKK 2015) dengan 2 rekan kerjanya yakni Ridho Idham Anwar (PVKK 2016) dan Muhammad Farhan Affif (PVKK 2016) yang dimbimbing oleh Dr. Shinta Doriza,  M. Pd,  M. S. E telah berhasil mengembangkan produk Ecofam-Monopoly sebagai solusi permasalahan karakter peduli lingkungan hidup.

Ecofam-Monopoly merupakan media permainan peduli lingkungan hidup dengan target sasaran adalah anak usia 5-6 tahun. Menurut asal kata, Ecofam terdiri dari 2 kata yakni Ecology (Lingkungan) dan Family (Keluarga). Permainan ini  dimainkan oleh keluarga (Orangtua-anak). Tujuan pengembangan produk ini ialah sebagai media pembelajaran guna penanaman karakter peduli lingkungan pada anak di lingkungan keluarga. Produk ini di desain menarik dengan alat perlengkapan berupa papan ecofam-monopoly, 3 jenis kartu (reward-punishment, ecocard dan kartu karakter), kalender bintang lengkap dengan sticker bintang hingga sampah-sampahan yang terbagi menjadi 2 jenis yakni organik berwarna hijau dan non organik berwarna merah. Selain itu, media ini juga bersifat ecomedia dengan memanfaatkan barang bekas seperti tutup botol yang dimodifikasi dengan kreatif dan inovatif ke dalam bentuk dadu, tempat sampah hingga kocokan dadu. Permainan ini juga dirancang dengan mode fasilitator di dalamnya. Orangtua difungsikan sebagai fasilitator dalam membantu anak untuk bermain dan juga menanamkan karakter peduli lingkungan melalui media ini. Mode fasilitator juga dilengkapi dengan pedoman fasilitator sehingga memudahkan orangtua dalam memainkan media ini bersama anaknya.

Harapan kedepannya semoga media ini dapat diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat di indonesia dan dapat dipasarkan guna kebutuhan pendidikan.



                                                                                                                          -Muhammad Farhan Afif










Comments

Popular posts from this blog

YUK KENALAN SAMA KSPA UNJ

     Hai sobat pena! Pernahkah Anda mendengar atau melihat sebuah kelompok atau suatu komunitas? Bagaimana dengan komunitas sepeda ontel, atau komunitas pencinta alam, tahukah Anda apa itu komunitas atau kelompok? Jadi, komunitas atau kelompok dapat diartikan sebagai suatu kumpulan individu-individu yang memiliki keterikatan satu sama lain sehingga saling berinteraksi demi mencapai tujuan bersama.       Sobat pena semua pasti mengetahui dan bahkan sedang atau pernah mengikuti organisasi yang ada di sekolah maupun di kampusnya masing-masing. Benar bukan? Nah, organisasi itu juga termasuk ke dalam suatu kelompok atau komunitas loh sobat. Tetapi, apakah teman-teman menyadari mengapa organisasi atau kelompok atau komunitas itu dibentuk? Memang apa pentingnya untuk kita mengikuti suatu organisasi tertentu?       Jadi begini sobat, adanya organisasi-organisasi tersebut pada dasarnya berfungsi sebagai wadah bagi kita untuk menamb...

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

Umumnya, anak-anak mungkin mulai menunjukkan minat dan bisa disebut cukup ideal untuk memulai belajar pada usia 3-4 tahun. Orangtua harus peka dan mengerti jika anak sudah berada pada tahap tersebut. Namun, bukan berarti menyekolahkan anak sejak dini adalah sebuah keharusan yang dilaksanakan oleh orangtua. Jika dengan paksaan, hal itu bisa menyebabkan sang anak merasa stress dan berujung enggan untuk belajar. Ajak anak berdiskusi tentang apapun terutama sekolah dan tanyakan kesiapannya untuk mulai belajar dan bersekolah. Jika ditanya, apa sih manfaat dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)? Jawabannya adalah dapat membantu proses perkembangan anak lebih optimal dan membentuk karakter sang anak. Anak-anak yang tergabung dalam kelompok belajar bisa mengembangkan kemampuan berisosialisasi dengan anak-anak seusianya. Hal ini akan berdampak dalam jangka panjang. PAUD lebih menekankan pada kemajuan anak dalam aspek sosio-emosionalnya. Misalnya, guru PAUD mengajarkan anak untuk menghargai tem...

Strategi Mengembangkan Rasa Percaya Diri Pada Anak Usia Dini

     Kepercayaan diri berperan penting dalam cara seseorang berbicara dan bertindak, serta mempengaruhi kesehatan mental. Kepercayaan diri juga menjadi modal bagi anak dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, banyak orangtua yang berharap anak-anak mereka memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.      Menurut Kids Health, anak-anak yang memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang baik cenderung lebih berani mencoba hal-hal baru dan mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Kepercayaan diri juga membantu anak mengatasi kegagalan, di mana mereka akan terus berusaha hingga mencapai tujuan mereka.      Sebaliknya, anak-anak dengan rasa percaya diri yang rendah lebih mudah merasa putus asa dan enggan mencoba hal-hal baru, terutama jika menghadapi tantangan besar. Anak-anak dengan rendahnya kepercayaan diri takut melakukan kesalahan atau gagal, sehingga mereka cenderung tidak berusaha maksimal atau bahkan menghindari tanggung jawab. Nah...