Perkembangan globalisasi khususnya di Indonesia membawa dampak positif dan juga negatif, terutama pada anak-anak. Perkembangan ini seringkali menyebabkan masuknya kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan norma-norma bangsa kita, salah satunya seperti seks bebas.Tidak sedikit fenomena remaja yang masih di bawah umur sudah berani untuk bermesraan dengan lawan jenisnya di tempat umum, serta banyak juga kasus-kasus mengenai pelecehan seksual yang dialami oleh anak-anak. Perkembangan globalisasi membawa kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Hal ini menyebabkan menyebarnya konten-konten pornografi di berbagai media sosial. Ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk dapat melindungi anak, adik, sanak saudara, dan anak usia dini lainnya dari dampak negatif tersebut. Akan tetapi, di zaman sekarang ini pemberian pendidikan seks pada anak masih dianggap tabu oleh sebagian orang, terutama orangtua.
Mereka beranggapan bahwa mengajari anak dengan pendidikan seks itu sama saja mengajarkan anak untuk melakukan hubungan seksual. Padahal pemberian informasi edukasi seks tidak bisa dianggap remeh. Hal ini sangat penting bagi anak guna mengetahui bagian tubuh mana yang harus dilindungi dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Pemberian informasi mengenai edukasi seks perlu disampaikan secara efektif agar anak dapat memahaminya dengan mudah. Untuk itu, Kelompok Sosial Pecinta Anak Universitas Negeri Jakarta mengadakan sebuah kegiatan Euforia Hari Pendidikan Anak dengan mengangkat tema “Sex Education”.
Yang akan ditampilkan di blog KSPA UNJ kali ini adalah esai dari Cheni Afrilisandi yang berasal dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saudari Cheni menjadi juara ketiga dalam Lomba Esai di kegiatan Euforia Hari Pendidikan Anak.
Agustus 2021
Athaya Alawiyyah
#KSPAUNJ
#KamiAdaKarenaKamiDiButuhkan
➖➖➖➖➖➖➖➖
Visit Us On
Twitter : KSPA_UNJ
Instagram : kspaunj
Facebook : kspa unj
Youtube : KSPA UNJ
Web : kspaunj1official.blogspot.com
💌 kspaunj@gmail.com
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
NASKAH LOMBA MENULIS ESAI EUFORIA HARI PENDIDIKAN ANAK 2021
KREASI KREATIF : METODE PREVENTIF ORANG TUA TERHADAP KEJAHATAN SEKSUAL PADA ANAK
Disusun Oleh :
Cheni Afriliasandi
20/456537/KH/10468
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan Hasil sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik pada rentang tahun 2018-2020 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 260 juta penduduk (BPS, 2020). 30,1% merupakan penduduk anak-anak dengan 39,1 juta jiwa merupakan anak perempuan dan 40,4 juta jiwa adalah anak laki-laki (Perempuan, 2018). Angka tersebut menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan pada anak, salah satunya adalah kejahatan seksual. Kejahatan seksual memiliki beberapa faktor, faktor utamanya adalah kesenjangan kualitas SDM dengan kecepatan arus globalisasi. Orang tua sebagai penanggung jawab anak memegang peranan penting dalam mencegah dan mengatasi kasus ini.
B. Data Pengantar
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat 2.046 kasus kekerasan pada anak di tahun 2010, 2.462 kasus di tahun 2011, dan 2.629 kasus di tahun 2012. Puncaknya pada tahun 2013, presentase kekerasan seksual pada anak mendominasi sebanyak 52% dengan rerata kenaikan kasus kejahatan seksual pada anak sekitar 42-62% (Ocviyanti et al., 2019). Di tahun 2018, setidaknya 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual (Tribunnews, 2020). Angka-angka tersebut jelas menggambarkan betapa ironinya kasus kejahatan seksual Indonesia.
C. Urgensi Permasalahan
Kasus kejahatan seksual harus ditanggapi dengan serius oleh seluruh pihak terutama orang tua sebagai benteng barier anak. Kejahatan seksual memberikan dampak fisik dan psikis secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Korban akan mengalami malnutrisi akibat hilangnya nafsu makan, insomnia, trauma, depresi, rasa sakit di area genital, bahkan PMS yang berdampak pada degradasi kualitas kehidupan dan kesehatan anak. Yang paling buruk, akan membuat anak menjadi anti-sosial karena perasaan traumanya (Ocviyanti et al., 2019).
D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui urgensi permasalahan seksual pada anak
2. Merumuskan tindakan preventif dalam bentuk pendidikan seks pada anak
3. Menentukan metode pendidikan seks yang tepat
II. ISI
A. Pemaparan Masalah
Kejahatan seksual apabila diinterpretasikan secara kontekstual pada anak berarti hubungan seksualitas diluar konsen dan kehendak yang berdampak negatif pada anak. Kejahatan seksual dapat berupa kekerasan atau pelecehan seksual. Hal tersebut jelas melanggar UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak dilindungi dan dipelihara oleh negara dan berhak mendapatkan kesejahteraan yang layak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau penanggung jawab anak lainnya.
Apabila diidentifikasi, kenaikan kasus kejahatan seksual disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan orang-orang yang dekat dengan anak dan faktor eksternal merupakan pelaku kejahatan seksual. Pelaku dapat melakukan kejahatan seksual pada anak karena anggapan ketidakpahaman seksualitas pada anak dan hasrat pelampiasan seksual yang tinggi akibat pornografi. Dari kedua faktor tersebut, variabel yang dapat dikontrol adalah faktor internal utama yaitu orang tua. Orang tua berperan dalam menciptakan perlindungan barier berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dapat disampaikan melalui pendidikan seks. Namun, faktanya pendidikan seks masih dianggap sebagai hal tabu karena spekulasi tentang pornografi, kevulgaran, dan hal yang memalukan sehingga perlu metode pendidikan seks yang tepat dalam pengimplementasiannya.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Daviq Chairilsyah (2019), pendidikan seks yang baik harus dikomplementasikan dengan etika karena pendidikan seks tidak bertujuan untuk meningkatkan rasa keingintahuan anak terhadap hubungan seks, tetapi mempersiapkan anak untuk mengetahui hal-hal seksual dengan konsekuensi yang ada tanpa melanggar hukum, agama, dan norma yang sudah ditetapkan. Selain itu menurut Fahmi (2016), pendidikan seks yang tepat harus melibatkan aspek Hak Asasi Manusia, kebudayaan, dan nilai keagamaan sehingga pendidikan seks apabila dielaborasikan bukan hanya tentang seksualitas dan etika saja tetapi juga moralitas dan pengimplementasian secara tepat. Maka, metode parenting yang tepat sangat diperlukan.
C. Gagasan
Metode parenting KREASI Kreatif adalah Kenali, Kasih, Rasakan, Reaksi, Elaborasi, Aksi, Observasi dengan Kreatif. Metode ini berbasis pada perkembangan otak saat masa pertumbuhan anak yang terdiri dari action brain atau otak primitif, feeling brain atau otak limbik, dan neocortex (thought brain) atau otak pikir (Kesuma et al., 2019). Output-nya berupa pengetahuan dasar dalam fungsi, kapabilitas, kapasitas, dan kecakapan otak pada anak (Kesuma et al., 2019). Pengetahuan dasar akan menjadi perlindungan barier sekaligus pemulihan trauma pada anak dalam menghadapi kasus-kasus kejahatan seksual.
Otak primitif memiliki kontrol fisik untuk bertahan hidup, pengaturan motorik refleks, pengawasan fisiologi fungsional tubuh, dan penerjemahan informasi yang masuk dari pancaindera (Kesuma et al., 2019). Metode “Kenali” adalah proses dimana orang tua mengenalkan organ-organ tampak mata pada anak. Penerapan secara kreatifnya melalui pemanfaatan pengembangan motorik refleks tubuh dan penerjemahan informasi yang masuk dari pancaindera melalui metode menggambar dan mewarnai. Orang tua dapat memanfaatkan waktu bersama anaknya dengan menggambar manusia beserta organ yang tampak mata secara sederhana dan mewarnainya dengan warna dan makna tertentu. Sebagai contoh, warna biru pada organ telinga, hidung, dan mata berarti boleh dilihat atau dipegang oleh orang lain dan warna merah pada area genital seperti bagian dada dan alat reproduksi menandakan bahwa organ tersebut harus tertutupi dan tidak boleh dipegang oleh orang lain tanpa konsen atau persetujuan anak.
Otak limbik memiliki kuasa pada pengontrolan emosi seperti rasa marah, suka, cinta, dan emosi lainnya (Kesuma et al., 2019). Metode “Kasih, Rasakan, dan Reaksi” memanfaatkan perkembangan emosi anak dengan komunikasi dua arah antara anak dan orang tua. Orang tua dapat membuat skenario dan pertanyaan sederhana yang mengandung pendidikan seks secara tersirat dalam bentuk dialog interaktif yang disampaikan dengan media boneka atau mendongeng. Dengan begitu, orang tua dapat membentuk ikatan emosional dan kepercayaan yang baik dengan anak.
Otak pikir merupakan tempat koordinasi berkumpulnya memori, pengalaman, emosi, dan kemampuan kapabilitas dalam berpikir untuk merespon suatu kejadian dengan lahirnya ide, sikap, atau tindakan (Kesuma et al., 2019). Metode “Elaborasi, Aksi, dan Observasi” menggunakan prinsip penggabungan (elaborasi) pada metode sebelumnya dalam bentuk tindakan, ide, atau sikap (aksi) yang perlu diamati oleh orang tua (observasi). Impelementasi kreatifnya adalah bermain peran, seperti bermain dokter-dokteran, bermain acting, atau memecahkan teka-teki kasus kejahatan seksual yang disajikan secara sederhana dan menarik. Hal-hal tersebut merupakan bentuk elaborasi dan aksi dari pengetahuan dasar yang sudah diberikan pada metode sebelumnya. Langkah terakhir, orang tua berkewajiban untuk mengobservasi kegiatan anak dalam kesehariannya sebagai tindak lanjut dari pencegahan dan pemulihan pra dan pasca terjadinya kejahatan seksual.
III. RANGKUMAN
Kasus kejahatan seksual di Indonesia semakin meningkat karena adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dengan variabel yang bisa dikontrol, khususnya pada orang tua. Orang tua dapat melakukan metode parenting KREASI Kreatif untuk mengenalkan pendidikan seks pada anaknya. Sehingga, anak akan memiliki pengetahuan dasar dan perlindungan barier dari kejahatan seksual.
IV. DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2020). Diakses di Badan Pusat Statistik (bps.go.id)
Chairilsyah, D. (2019). Sex Education in the Context of Indonesian Early Childhood. International Journal of Educational Best Practices, 3(2), 41-51.
Fahmi. (2016). Early Childhood Sex Education in the Family Environment: The Qathruna Journal. Vol 3 (2), 69-97.
Perempuan, K. P. (2018). Profil anak indonesia 2018. Jakarta (ID): KPPA.
Kesuma, U., & Istiqomah, K. (2019). Perkembangan Fisik dan Karakteristiknya serta Perkembangan Otak Anak Usia Pendidikan Dasar. Madaniyah, 9(2), 217-236.
Ocviyanti, D., Budiningsih, Y., Khusen, D., & Dorothea, M. (2019). Peran Dokter dalam Menangani Pelecehan Seksual pada Anak di Indonesia. Journal Of The Indonesian Medical Association, 69(2), 89-96.
Tribunnews. (2020). Diakses di Menteri PPPA: Selama Tahun 2020 Ada 2.683 Anak di Indonesia Mengalami Kekerasan Seksual - Tribunnews.com
Comments
Post a Comment